Jumat, 17 Juli 2009

oposisi sejak jaman KHALIFAH SAMPAI SAAT INI



MANFAAT OPOSISI ERA-DEMOKRASI 2009-2013?

Pada masa kekhalifahan sahabat yang empat, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali (Khulafa ar-Rasyidin), istilah khalifah belum digunakan sebagai nama atau
gelar yang menunjuk kepada suatu jabatan kepala pemerintahan. Ketika Abu
Bakar as-Siddiq ditetapkan untuk menggantikan *Rasulullah SAW* sebagai
pemimpin umat. Ia ikhlas menerima amanat itu, untuk mengontrol roda pemerintahannya ia pun membentuk TIM PENASEHAT, selaku sparing-partner yg berkwajiban mengkritisinya dengan benar, bukan emosional; yang bersumber dari data dan fakta ‘akurat. Jadi Abu memang mensejajarkan timnya itu selaku ‘oposisi?

Gerakan ‘oposisi ciptaan Abubakar ini cukup ampuh sehingga pemerintahan Abubakar pun ‘bersih dan semua program kerjanya berjalan dengan baik. Hingga ia wafat dan digantikan penerusnya, Umar bin Khattab. Yang juga sebelumnya dikenal sebagai pendukung setia Abubakar. Melalui petunjuk Umarlah kemudian sahabat Rasulullah SAW menyetujui Abubakar menjadi penerus Rasulullah SAW Namun Umar tidak bersedia menggunakan gelar khalifah., ia lebih happy disebut ‘Amirul Mukminin (pemimpin orang-orang beriman). Yang kemudian menjadi panutan para pemimpin Islam lainnya.

Gerakan ‘oposisi pasca khalifah Umar, Khalifah Ali bin Abi Thalib. Tokoh ‘oposisi yang paling menonjol pada masa itu adalah para sahabat kenamaan, seperti Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Aisyah RA. Salah satu bentuk ‘oposisi para sahabatnya ini adalah dengan tidak mau mem-baiatnya sebagai pemimpin.
Namun Gerakan ‘oposisi ini tidak melalui cara-cara damai dan cara dialog melainkan berkembang menjadi peperangan sengit, berulangkali terjadi peperangan jika mendapati masalah yang tidak mampu diselesaikan antara pemerintah dan para ‘oposisi itu.

Keputusan ini pada akhirnya menimbulkan ‘oposisi baru terhadap Ali yang berasal dari pendukungnya sendiri. Mereka itulah kaum ‘Khawarij’ yang dipandang oleh sebagian orang sebagai partai politik pertama dalam Islam.
Oposisi lainnya, yang kemudian menjelma dalam partai adalah ‘Syiah, yang lahir akibat adanya ketidak-puasan bergabungnya Zubair, dan Aisyah yang kembali memberikan dukungan mereka terhadap Ali. Kelompok ini dalam perjalanannya berkembang menjadi satu ideologi bagi mereka yang diperjuangkan.

MEMBANGUN politik ’oposisi merupakan kunci penting menuju negara demokrasi. Tanpa oposisi, apa yang dikatakan Lord Acton, power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely, rentan menjadi kenyataan seperti terjadi di banyak negara, termasuk Indonesia.
Secara definisi, oposisi artinya mengkritisi kebijakan pemerintah agar benar-benar lurus sesuai amanat rakyat. Partai oposisi = opposition party. Partai berkuasa = ruling party.
Perjalanan oposisi di Indonesia baik berupa perorangan maupun kelompok, ibarat ’tumbuh satu mati seribu. Sejak pasca kemerdekaan hingga saat ini.
Dulu, ketika Pak Habibie baru naik jadi Presiden, wacana dan praksis oposisi juga telah muncul dengan terbentuknya Forum Komunikasi Kelompok Penyeimbang (FKKP), yang menyebut dirinya sebagai pengkritik dan penyeimbang terhadap pemerintah (istilah Emil Salim) atau suara oposisi harus didengar (istilah Adnan Buyung Nasution), atau sparring partner menurut terminologi Amien Rais. Secara eksplisit, Barisan Nasional yang dimotori para jenderal, menyebut dirinya sebagai kelompok oposisi.

Begitu juga GKPB (Gerakan Keadilan dan Persatuan Bangsa) yang digagas Siswono Yudohusodo dan Sarwono Kusumaatmadja hingga Cak Nur / Nurcholis Madjid yang dikenal sebagai ayah kandung dari ’oposisi loyal’; suatu ide oposisi yang dikemas dalam bingkai kesadaran beragama, Artinya, lontaran kritik dan ide-idenya (terutama) seputar oposisi, adalah merupakan perpanjangan tangan (extension) dari logika berpikir keislaman.

Cak Nur mendaulat oposisi loyal, adalah bentuk oposisi yg terbaik bagi demokrasi Indonesia; Yang tetap beroposisi dengan Pemerintah, tetapi loyal kepada negara, loyal kepada cita-cita bersama. Bahkan, kepada Pemerintah pun, dalam hal-hal yang jelas baik, harus loyal. Dan oposisi loyal ini sengaja diciptakan untuk mengantisipasi munculnya oposisi yang sekadar oposisi.

Maka sangat wajar saja jika Soeharto demikian memperhitungkan keberadaan Cak Nur, khususnya menjelang demo mahasiswa 1998 lalu. Namun seiring wafatnya beliau, roh ’oposisi loyal’ pun tak lagi terdengar.

Kita harus akui dari berbagai bentuk oposisi yang dibangun, yang lebih kentara keberhasilannya adalah oposisi menjelang Pemilu Thn.1955 , terbukti Pemilu itupun berlangsung bersih dan elegan.Sayang sedikit data mengenai siapa yang berada dibelakangnya; apakah para partai Islam, TNI-AD atau siapa?

Era Orde Baru, pengusung oposisi ibarat katak dalam tempurung, atau burung dalam sangkar berduri. Yang ber-oposisi hanya dalam bentuk seminar, kajian-kajian dsb. Tidak langsung berani ’berhadapan dilapangan. Kalau pun ada satu dua sekelas Sri Bintang Pamungkas, itu pun gemanya sangat temporer atau lebih tepatnya ’tidak punya kekuatan full, sehingga yang merasakan hanyalah komunitasnya sendiri.

PDIP-Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pimpinan Hj.Megawati SP cukup ’cerdas’, khususnya pasca Pilpres 2004 lalu, mungkin sebagian dari kita pun awalnya merasa aneh saat PDIP mengikrarkan menjadi partai oposisi (opposition party). Apapun, PDIP cukup menjadi bagian perjalanan demokrasi kita, penyeimbang sekaligus mengantisipasi kemungkinan terciptanya pemerintahan otoriter. Banyak kebijakan pemerintah yang kemudian dikritisi, entah berhasil atau tidak namun kinerja PDIP demikian solid.

Apalagi menjelang Pileg Maret 2009 dan Pra-Pilpres 2009, PDIP demikian ’total’ untuk turun-gelanggang mengkritisi kinerja KPU; jadwal Pileg, DPT, dsb.
Awalnya juga sebagian dari kita masih melihat PDIP sebelah-mata. Namun pasca Pilpres 2009, terasa apa yang kita anggap selama ini PDIP dengan sebelah-mata menjadi ’semua-mata.
Kalaupun Golkar tetap kemudian dijalur ’plat merah’, namun PDIP akan tetap menjadi oposisi abadi. Kecuali jika perolehan suara PDIP ’secara ’ ajaib mampu menyusul angka pencapaian SBY-Budiono. Maka otomatis gelar oposisi ini gugur.

Pilpres 2009 telah berlalu, masih adakah ’oposisi’ lain, selain PDIP?, rupanya masih ada!, terbukti Gusdur bersama mantan KSAL Slamet Soebijanto, mantan anggota DPR RI periode 1992-2004 Amin Aryoso, pemuka agama dan mantan anggota DPR Munawwar, dan Mantan Ketum PB HMI Shaleh Khalid berteriak lantang bahwa Pilpres 2009 lalu sarat kecurangan. Mereka juga mengkritisi kinerja KPU sehingga timbul kekisruhan DPT diberbagai daerah.

Oposisi syah saja jika ia sendiri tidak mencederai hukum dan norma yg ada, tidak anarkis, namun sampaikan dengan fakta dan data.

Lalu apakah dan adakah manfaat oposisi pada demokrasi kita thn.2009-2013 mendatang ? (@rief/Editor; Hmus)

Tidak ada komentar: