Senin, 18 Mei 2009

buya hamka ULAMA POLITIKUS BUDAYAWAN


BUYA HAMKA adalah potret ulama kharismatik,

Haji Abdul Malik Karim Amrullah (atau lebih dikenal dengan julukan HAMKA, yakni singkatan namanya), lahir tahun 1908, di desa kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, dan meninggal di Jakarta 24 Juli 1981, adalah sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, dan aktivis politik.
Belakangan ia diberikan sebutan Buya, yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya dalam bahasa Arab, yang berarti ayahku, atau seseorang yang dihormati.Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai Haji Rasul, yang merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906..........

selain ulama, ia pun politisi sejati dan pujangga terkemuka yang memilih berkiprah dalam perjuangan pembentukan karakter ummat dan bangsa. Buya Hamka bukan sosok ulama istana, beliau adalah ulama pejuang yang berhasil menjadi peletak dasar kebangkitan komunitas islam modern atau kaum gedongan di Ibukota lewat icon al azhar yang pada akhirnya berhasil pula melebarkan sayap sebagai lembaga pendidikan modernis dan agamis.

Sebagai politisi buya hamka patut menjadi teladan, Pandangan dan keyakinannya senantiasa lurus - lurus saja memperjuangkan aspirasi ummat, beliau bersama tokoh-tokoh Masyumi lainnya adalah para pejuang Islam yang gigih dalam mengajukan konsep-konsep Islam, secara ilmiah dan argumentatif. Tetapi, juga konsisten dalam memegang teguh aturan main secara konstitusional. Ketika perjuangan melalui jalur partai politik terganjal, buya hamka dan para tokoh Masyumi memilih hijrah dengan menempuh jalur dakwah di masyarakat, masjid, pesantren, dan perguruan tinggi.

Karena sesungguhnya dakwah adalah laksana air yang mengalir, tidak boleh berhenti, dan tidak bisa dibendung. Sikap Istiqomah menjadi garda terdepan walau harus menghadapi tangan - tangan besi kekuasaan yang terbukti berhasil menjebloskannya ke penjara. Penjara badaniah tak sekalipun kuasa memenjarakan kebesaran jiwa seorang hamka yang tetap merdeka, sejarah pula yang akhirnya mencatat bahwa dari dalam penjara lahir karya terbesar buya hamka yang membuatnya dikenal hingga ke mancanegara, Tafsir Al Azhar adalah satu - satunya Tafsir Al Qur’an yang ditulis oleh ulama melayu dengan gaya bahasa yang khas dan mudah dicerna.

Bukan Sekedar itu karya sastra buah penanya tak kalah hebatnya, beberapa novelnya seperti Dibawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wickj , Merantau ke Deli dan banyak karya - karya beliau ternyata tidak hanya dipublikasikan oleh penerbit nasional sekelas Balai Pustaka dan Pustaka Bulan Bintang melainkan juga diterbitkan di beberapa negara asia tenggara bahkan di release juga diberbagai situs, blog dan media informasi lainnya. Pendek kata karya besar buya hamka saat ini telah mendunia meski ironisnya di negeri sendiri sudah jarang generasi muda yang mengenal sosoknya yang fenomenal. Sikap Istiqomah yang dicontohkan buya hamka bisa menjadi inspirasi bagi kita, beliau bukan alumni perguruan tinggi manapun namun banyak sekali kalangan yang menuliskan di depan namanya gelar atau title Prof Dr, siapa yang bakal menyangka jika seorang yang pada awalnya belajar secara otodidak belakangan justru banyak di berikan gelar doctor honoris causa oleh banyak universitas terkemuka. Karya - karya buya hamka terutama di bidang sastra memang telah melambungkan nama bangsa, mengharumkan nusantara hingga ke manca negara. Simaklah petikan puisi yang dituliskannya secara khusus untuk Pak Natsir, Puisi yang ditulis Buya Hamka pada tanggal 13 November 1957 setelah mendengar uraian Pidato Natsir yang dengan tegas menawarkan kepada Sidang Konstituante agar menjadikan Islam sebagai dasar negara RI., "..... Kepada Saudaraku M. Natsir, Meskipun bersilang keris di leher, Berkilat pedang di hadapan matamu, Namun yang benar kau sebut juga benar, Cita Muhammad biarlah lahir, Bongkar apinya sampai bertemu, Hidangkan di atas persada nusa, Jibril berdiri sebelah kananmu, Mikail berdiri sebelah kiri, Lindungan Ilahi memberimu tenaga, Suka dan duka kita hadapi, Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu. Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi. Ini berjuta kawan sepaham, Hidup dan mati bersama-sama, Untuk menuntut Ridha Ilahi. Dan aku pun masukkan. Dalam daftarmu …….!Jalan Istiqomah yang dilalui dalam setiap jejak pergerakan dan perjuangan buya hamka untuk memajukan kaumnya merupakan rintisan yang seharusnya bisa diteruskan dari generasi ke genarasi. 'adakah..?... (repro; berbagai sumber + Badrut Tamam Gaffas)

Tidak ada komentar: