Selasa, 07 April 2009

Pandangan dan Pengalaman Pribadi ttg perasuransian jiwa Indonesia

Pandangan & Pengalaman Pribadi
Tentang
PERASURANSIAN JIWA DI INDONESIA


1. Secara ideal kita selalu memotivasi diri dan meyakinkan orang lain bahwa fungsi dan peranan asuransi jiwa itu adalah :

(1). Penanggung risiko,akibat kematian,haritua,sakit,kecelakaan dan lain2

(2).Penghimpun dana raksasa,untuk membantu pembiayaan pembangunan nasional. Karena bila transaksi perbankan pendek maksimum 1 tahun,sedangkan polis asuransi jiwa ber-kontrak panjang puluhan tahun

(3). Penyerap tenaga kerja,yaitu karyawan dan terutama agen asuransi dalam jumlah yang tidak terbatas

(4). Penekan laju inflasi,melalui penghimpunan dana (premi) masyarakat yang berjangka panjang.

Bahkan seorang professional asuransi jiwa Amerika mengatakan bahwa industri asuransi jiwa dapat menciptakan Economic Miracle (keajaiban ekonomi)

2. Namun…tatkala tahun 1997 Indonesia dilanda krisis moneter,yang berlanjut dengan krisis ekonomi,kemudian krisis politik,dan akhirnya krisis multi dimensi sampai saat ini,maka ‘idealisme’ fungsi dan peranan pada butir 1 diatas menjadi ‘agak terganggu’

Menyaksikan kenyataan hampir seluruh Perusahaan Asuransi Jiwa (PAJ) ‘terpuruk’ terimbas krisis,mem-phk-kan banyak tenaga kerja,banyak kasus klaim yang tertunda pembayarannya,apalagi tanpa bantuan Pemerintah (misal: sejenis BLBI)?

Kita selaku ‘insan pelaku asuransi yang telah berdarah daging asuransi’ menjadi ‘was-was’ menyaksikan kenyataan yang bertentangan dengan motivasi-idealisme semula,yang pernah selalu mendengung-dengungkan fungsi dan peranan asuransi,dalam rangka ‘memasyarakatkan asuransi dan mengasuransikan masyarakat’. Bagaimana semula kita secara gencar mempopulerkan fungsi dan peranan asuransi jiwa ? Bagaimana kita meyakinkan masyarakat bahwa industri asuransi jiwa akan menciptakan ‘the economic miracle’ ?

3. Karena itu dalam rangka ‘memperbaiki’ citra perasuransian jiwa pada umumnya,dan memperbaiki manajemen PAJ lokal pada khususnya,kita harus meng-inventarisir ‘penyebab utama’ ke-terpuruk-kan PAJ lokal,antara lain:

(1). UU Perasuransan yang mewajibkan modal setor Rp.100 Milyar,termasuk PAJ lokal,secara psikologis dan finansial sangat memberatkan/menekan pemodal pribumi dan memberi peluang besar kepada pemodal besar (konglomerat) dan asing,dengan dalih globalisasi ?


Padahal PAJ sebagai penghimpun dana tidak perlu modal sekaligus sebesar itu selama dikelola secara professional dan efisien.


Padahal PAJ lokal berikut SDM-nya yang telah berjasa hampir 100 tahun ‘menggarap hutan belukar’ perasuransian di Indonesia ? Dengan dalih globalisasi kini malahan terikat dengan persyaratan bisnis perasuransian yang memberatkan PAJ lokal ?

(2). Pemilik/Pemegang saham PAJ lokal pada umumnya terjun ke bisnis AJ hanya karena ‘tergiur’ bahwa bisnis AJ adalah penghimpun dana,dengan harapan utama dalam waktu singkat PAJ dapat membiayai bisnis-bisnis miliknya yang lain,misal : perbankan,kontraktor,dan lain-lain. Jadi pemilik PAJ lokal hanya mengharapkan sumber dana murah sesaat jangka pendek.


Mereka jarang berpikir bahwa AJ adalah bisnis jangka panjang (long term business). Pemilik PAJ seperti itu-lah yang pada umumnya sangat menghambat bagi manajemen/ eksekutip PAJ,walaupun manajemen/eksekutip cukup professional. Pemilik/Pemegang saham AJ di satu pihak pada umumnya mengharapkan keuntungan segera (quick yielding),padahal di pihak lain bisnis AJ adalah long term investment business.


Inilah awal batu kendala utama pada PAJ lokal. Modal tidak lancar, operasional PAJ terhambat,sehingga para manajemen/eksekutip lokal bertindak seadanya,’tiada rotan akar pun jadi’ . Merekrut SDM yang murahan,sewa kantor yang murahan,menjiplak produk yang ramai di pasaran dan lain-lain..


Karena itu kewajiban Pemerintah untuk sejak awal men-seleksi ketat atas itikad baik dan kesungguhan bisnis AJ berikut per-modal-an dari calon pemegang saham PAJ lokal.

(3). Sumber daya manusia (SDM) untuk manajemen/direksi/manajer PAJ lokal secara jujur harus diakui bahwa mereka cukup banyak dan potensil. Memiliki kemampuan dan integritas. Pada umumnya mereka ‘merangkak’ dari bawah,baik dari karyawan biasa atau dari agen,sehingga mereka benar-benar menghayati dan menikmati sepenuhnya bisnis AJ. Bukan ‘pejabat dropping’ yang langsung ‘menclok bertengger’ ditingkat puncak. Hanya saja mereka SDM lokal ini kurang mendapat kesempatan,kepercayaan dan pengembangan kepemimpinan yang semestinya dari atasannya.

Contoh: Suatu PAJ asing/patungan (joint venture) bila dikatakan SDM-nya ber-kualitas,baik officer maupun field worker,mereka itu kesemuanya adalah SDM lokal dalam negeri,yang dibina dengan baik dan diberi kesempatan,kepercayaan dan pengembangan kepemimpinan. Mereka tidak di rekrut dari luar negeri.Mungkin yang di rikrut dari luar negeri hanya beberapa orang expert/top management-nya saja ?

(4). PAJ Patungan pada umumnya biaya tinggi (high costs),karena pemberian gaji,fasilitas rumah dan mobil expert asing (terutama Amerika dan Eropa) menggunakan standard luar negeri,sehingga pasti sangat mahal untuk ukuran Indonesia.

Contoh : Pada tahun 1993 gaji expert perbulan US$ 25 – 30 ribu. Padahal manajemen lokal hanya US$ 5 atau 6 ribu atau hanya 20% saja dan rumah milik sendiri ? Fasilitas mobil expert seharga Rp.600 juta dan rumah expert di daerah elit Menteng-Jakarta Pusat Rp.600 juta setahun ? Coba hitung bila dalam satu PAJ Patungan terdapat tenaga expert 3 atau 4 orang ?

Sehingga setoran modal saham PAJ Patungan sebagian besar ‘tersedot’ untuk bayar gaji expert mereka sendiri. Sehingga PAJ Patungan seperti ‘sapi perahan’. Dan bila pemegang saham lokal tidak mampu mengikuti kenaikan-kenaikan tambahan modal selanjutnya,maka akhirnya terpaksa saham lokal-nya itu dijual kepada partner asing-nya itu ? Ber-arti pemilik saham lokal ‘sudah mati sebelum berkembang’ ?

(5). Bila dalam kenyataan ada beberapa PAJ Patungan yang ‘bubar’ ,karena disamping akibat terdapat ke-tidak-serasi-an manajemen antar partner dan antar eksekutip , juga akibat ‘arogansi’ mereka ingin menerapkan sistim manajemen negeri asal-nya sepenuhnya,tanpa ‘penyesuaian’ dengan situasi kondisi pasar lokal. Segala sesuatunya telah dibuat ‘instant’ dari negeri asal-nya,sehingga para eksekutip lokal hanya sebagai ‘robot’ atau ‘asesoris’ yang tidak dapat ber-kreasi dan ber-inovasi

(6). Bila segmentasi pasar PAJ Patungan umumnya adalah kelas menengah keatas,sebenarnya bagi PAJ lokal masih terbuka luas untuk menggarap kelas menengah kebawah,sehingga tidak perlu merasa terjadi persaingan pasar. Jadi tidak perlu khawatir masalah potensi pasar bagi PAJ lokal. Bayangkan atau gambarlah sebuah ‘gelas/sloki terbalik’,bagian bawahnya pasti lebih besar dari pada bagian atas sloki terbalik itu !!! .Demikianlah gambaran potensi pasar asuransi jiwa di Indonesia.

(7). Awal ke-terpuruk-kan PAJ lokal sebenarnya bukan akibat karena ke-tidak-mampu-an eksekutip/manajer/agen lapangan semata-mata. Bukan pula semata-mata akibat pengaruh krisis eksternal multi-dimensi.


Awal ke-terpuruk-kan itu adalah akibat penyakit kronis, yaitu kesalahan internal kebijaksanaan investasi-nya sejak tahun 1978. Ketika pada tahun l965 terjadi pemotongan uang Rupiah (sandering) dari Rp.1000 menjadi Rp.1 (satu rupiah), hal ini merupakan pukulan berat bagi industri asuransi jiwa,karena kehilangan kepercayaan masyarakat. Saat itulah terjadi pergumulan hebat para tokoh dan pakar perasuransian jiwa khususnya,bagaimana caranya untuk memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap asuransi ?

Maka pada tahun 1967 mulai dipasarkan produk polis US Dollar Linked,yang ternyata mendapat sambutan hangat dari masyarakat dan setahap demi setahap berhasil memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap asuransi jiwa.

Namun…pada tahun 1978 tatkala mata uang rupiah melemah terhadap uang US Dollar,maka pada saat itu-lah industri asuransi jiwa ‘terkejut’ karena ‘cadangan premi’ dari polis-polis US Dollar Linked itu tidak di-investasi-kan dalam US Dollar lagi ? Seharusnya sejak tahun 1978 ini dijadikan ‘pelajaran’ bahwa kebijaksanaan investasi cadangan premi polis-polis US Dollar Linked harus dalam US Dollar juga,bukan justru dalam mata uang Rupiah ?

Dan dalam praktek rupanya pelajaran berharga itu tidak diperhatikan oleh PAJ ataupun oleh Pemerintah. Akibatnya dari tahun ke tahun cadangan premi PAJ semakin ‘membengkak’,sehingga defisit/kerugian semakin memperparah posisi keuangan PAJ lokal yang pada umumnya memasarkan produk polis US Dolar Linked itu. Apalagi bagi PAJ local yang besar-besar yang telah ‘terlanjur’ memiliki portefolio polis-polis US Dollar Linked yang cukup besar,sehingga akhirnya PAJ lokal semakin in-solvent

4. Dari uraian pandangan dan pengalaman pribadi diatas,maka ada beberapa kesimpulan yang harus diperhatikan,untuk memperbaiki industri asuransi jiwa,antara lain :

(1). Harap memperkecil kewajiban modal setor dalam UU Perasuransian bagi PAJ lokal. Memberi kesempatan pada PAJ lokal yang telah berjasa dan berjuang ‘memasyarakatkan asuransi dan mengasuransikan masyarakat’ sejak sebelum tahun 1912. Mereka-lah yang menggarap ‘hutan belukar’ perasuransian

(2). Harap men-seleksi secara ketat setiap calon pemilik/pemegang saham PAJ

(3). Harap diperhatikan bahwa SDM lokal cukup potensil,memiliki kemampuan dan integritas,bila diberi kesempatan,kepercayaan dan pengembangan kepemimpinan

(4). Harap memperhatikan ‘mandul-nya’ proses ‘indonesiasi’ kepemilikan saham asing ke saham lokal ( dari 80%-20%). Dalam kenyataan saham lokal dijual kepada partner asing-nya karena tidak mampu meneruskan ? Anjuran patungan atau merger, seperti anjuran ‘bunuh diri’ bagi pemegang saham lokal.

(5). Harap memperhatikan biaya tinggi (high costs) pada PAJ Patungan

(6). Harap diperhatikan bahwa PAJ Patungan ‘bubar’ karena kurang saling percaya antar partner

(7). Harap diperhatikan bahwa pasar asuransi jiwa bagi PAJ lokal masih cukup potensil (kelas menengah kebawah) ?

(8). Harap diperhatikan kebijaksanaan investasi cadangan premi polis-polis US Dollar Linked

(9). Last but not least,harap dilakukan secara konsekwen pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan No.421/KMK.06/2003,tanggal 30 September 2003 tentang Pengujian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) bagi Direksi dan Komisaris perusahaan perasuransian.

Ditulis oleh : HMU Suwendi
Pada tanggal : 18 Juni 2003 – Di revisi pertama : 14 Januari 2005 – Di revisi
kedua : 4 Juli 2006

Tidak ada komentar: